Palangka Raya – (GDN) Gerakan Masyarakat DAYAK dari akar rumput, bukan sebuah organisasi yang permanen, tetapi murni gerakan yang bersifat insidental dengan menampung aspirasi seluruh komponen DAYAK yang ada di seluruh Indonesia secara khusus Provinsi Kalimantan/Dayak; Tengah, Barat, Timur, Selatan dan Utara, menggelar aksi depan Istana Negara, Jakarta Pusat.
Massa aksi Gerakan Dayak Nasional tersebut yang di ketuai oleh bapak Niko R Toun dan didampingi oleh ketua panitia seminar exspedisi Napak tilas tumbang anoi bapak Dagut h jhunas . Massa aksi yang berdatangan dari berbagai daerah di Kalimantan tersebut menuntut Presiden Jokowi agar menaruh perhatian bagi putra dan putri Dayak untuk menempatkan posisi di kabinetnya. Kamis, 29/09.
Seperti aksi-aksi pada umumnya, aksi kali ini terlihat agak beda dan unik. Massa aksi Gerakan Dayak Nasional tersebut mengenakan pakaian adat khas Dayak dari daerahnya masing masing se Kalimantan. disaat Sambil berorasi perwakilan 12 orang masuk ke istina kepresidenan massa aksi terus menyerukan kepada presiden Jokowi untuk tidak hanya menganggap Kalimantan sebagai objek Ibukota Baru Indonesia.
Namun harus adanya representasi masyarakat Dayak dalam kabinet Jokowi.Dalam tim 12 orang yang masuk pak Dagut h jhunas sempat mengatakan ke awak media kami “,kami menyampaikan ke pada pak presiden dan menindak lanjuti hasil seminar tumbang anoi ke pada bapak presiden Jokowi Dodo,”sebelum nya juga kami sudah menyurati beberapa kementerian dan kami berharap usulan kami ini bisa diperhatikan,”
Di kesempatan yg sama juga Tokoh Muda Kalimantan Barat, Fransiska Leni Marlina yang juga pemerhati budaya suku Dayak ketika diwawancarai Verbivora.com di sela aksi mengungkapkan keprihatinannya terhadap Negara Indonesia.
Leni merasa adanya ketidakadilan Negara terlebih kepada Presiden yang tidak pernah mengakomodir dan memberi kesempatan kepada orang Dayak untuk masuk dalam kabinet Presiden.
“Selama 74 tahun Indonesia merdeka, orang dayak belum ada yang masuk dalam kabinet pemerintah, hal ini membuktikan bahwa negara sedang memperlihatkan ketidakadilannya,” tegas Leni.
Kalimantan, lanjutnya, adalah salah satu lumbung pembangunan dan perkembangan bangsa dan negara Indonesia. Namun ironisnya, orang Dayak belum pernah masuk dalam kabinet pemerintahan dari masa ke masa.
“Hari ini, kami yang tergabung dalam Gerakan Dayak Nasional menuntut Presiden Jokowi-Ma’ruf sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih agar tidak menjad pelupa.” ungkapnya.
Selain itu, berkenaan dengan penetapan ibu kota negara yang baru di Kalimantan Timur, Leni mengharapkan agar Kalimantan tidak sekedar menjadi objek kerakusan bagi pemangku kepentingan, namun harus mengutamakan sikap kenegarawan.
“Orang dayak bukanlah objek eksploitasi. Tapi harus ada dalam kabinet yang merupakan representasi dari masyarakat Dayak. Ini harapan besar kami kepada Pak Jokowi-Ma’ruf. Karena kami tidak mau hanya menjadi penonton di negeri ini,” katanya.
Sementara, Aurel, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Tanjungpura, mengatakan ada tiga poin tuntutan dari Gerakan Dayak Nasional.
“Pertama, kami sebagai masyarakat Dayak meminta Presiden Jokowi untuk melibatkan putra-putri dayak dalam kabinetnya,” tutur Aurel.
Kedua, lanjut Aurel, kami menuntut negara untuk merevisi beberapa undang-undang pengelolaan Sumber Daya Alam yang tidak sesuai dengan masyarakat adat.
“Ketiga, kami meminta Presiden untuk menetapkan agama Kaharingan sebagai agama resmi negara.” tutup aktivis Dayak tersebut.
(Tim/Red)